A.
Pengertian
Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan
manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik
terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya, atau lingkungan
fisiknya. Evaluasi dilakukan seseorang dari hal-hal yang sangat sederhana
sampai yang sangat rumit. Hal ini dilakukan supaya seseorang menentukan arah
pengembangan dirinya. Evaluasi atau penilaian berarti usaha untuk mengetahui
sejauh mana perubahan itu telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
Menurut Roestiyah N.K. dkk. dalam bukunya “Masalah-Masalah Ilmu Keguruan”
menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya.
- Evaluasi adalah proses memahami atau member arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.
- Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
- Dalam rangka pengembangan sistem instruksional, evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.
- Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada dijalan yang diharapkan.
Evaluasi yang teliti akan
membawa pengajaran yang efektif.
Secara umum, tujuan evaluasi dalam
bidang pendidikan ada dua. Pertama, untuk
menghimpun berbagai keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti perkembangan yang
dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, tujuan umum evaluasi dalam
pendidikan yakni memperoleh data pembuktian yang akan menjadi petunjuk tingkat
kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pencapaian berbagai tujuan
kurikuler setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.
Kedua,
untuk
mengetahui tingkat efektivitas dari berbagai metode pembelajaran yang telah
digunakan dalam proses pembelajaran. Tujuan kedua dari evaluasi pendidikan
ialah mengukur dan menilai efektivitas mengajar serta berbagai metode mengajar
serta berbagai metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh
pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta dididk.
Selain tujuan tersebut, evaluasi juga
memiliki beberapa tujuan khusus. Pertama,
merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa
evaluasi, tidak mungkin timbul kegairahan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing. Kedua, mencari dan menumukan berbagai faktor penyebab keberhasilan
maupun ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan,
sehingga dapat menemukan jalam keluar.
Menurut
Dr. Basrowi (2012), tujuan evaluasi pada dasarkan digolongkan ke dalam empat
kategori berikut:
1. Memberikan umpan balik terhadap proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial) bagi siswa,2. Menentukan angka kemajuan masing-masing siswa yang antara lain dipakai sebagai pemberian laporan kepada orang tua,3. Penetuan kenaikan tingkat atau status dan lulus tidaknya, serta4. Menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat, misalnya dalam penentuan program studi atau jurusan dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lain.
C.
Fungsi
Evaluasi
Secara umum, evaluasi sebagai suatu
tindakan atau proses setidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu
mengukur kemajuan, menunjang penyusunan rencana, dan memperbaiki atau melakukan
penyempurnaan kembali. Telah dibahas
sebelumnya bahwa evaluasi merupakan kegiatan atau proses untuk mengukur dan
selanjutnya menilai sejauh mana tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat
dilaksanakan. Apabila tujuan itu direncanakan untuk dicapai secara bertahap,
maka dengan evaluasi yang berkesinambungan, tahapan yang sudah dapat
diselesaikan, yang berjalan dengan mulus, dan tahapan yang mengalami kendala
dalam pelaksanaannya akan dapat dipantau. Dengan evaluasi terbuka, kemungkinan
bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau seberapa besar kemajuan atau
kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah dirumuskan dapat dilakukan.
Setidaknya ada dua macam kemungkinan
hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi. Pertama, hasil evaluasi itu
ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberi rasa lega bagi evaluator.
Sebab, tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang
direncanakan. Kedua, hasil evaluasi tidak menggembirakan, bahkan
mengkhawatirkan dengan alas an adanya berbagai penyimpangan dan kendala,
sehingga mengharuskan evaluator bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan
melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun dan memperbaiki
cara pelaksanaannya.
Berdasar data hasil evaluasi itu, dicari
metode lain yang dipandang lebih tepat dan sesuai dengan keadaan. Perubahan itu
akan membawa dampak perencanaan ulang (re-planning).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa evaluasi itu berfungsi menunjang
penyusunan rencana.
Evaluasi yang dilaksanakan secara
berkesinambungan akan membuka peluang bagi evaluator untuk membuat perkiraan
tujuan yang telah dirumuskan akan dapat dicapai pada waktu yang telah
ditentukan atau tidak. Apabila berdasar data hasil evaluasi itu diperkirakan
bahwa tujuan tidak akan dapat dicapai sesuai dengan rencana, maka evaluator
berusaha mencari dan menemukan berbagai factor penyebabnya, serta mencari dan
menemukan jalan keluarnya. Bukan tidak mungkin bahwa atas dasar data hasil
evaluasi itu, evaluator perlu mengadakan berbagai perubahan, penyempurnaan yang
menyangkut organisasi, tata kerja, dan boleh jadi tujuan organisasi itu
sendiri. Jadi, pada dasarnya kegiatan evaluasi juga dimaksudkan untuk melakukan
perbaikan atau penyempurna usaha.
Secara khusus, fungsi evaluasi dalam
dunia pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yakni psikologis, didaktik, dan
administrative. Secara psikologis, kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan di
sekolah dapat disoroti dari dua sisi, yaitu peserta didik dan pendidik. Bagi
peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberikan pedoman
atau pegangan batin kepada mereka untuk mengena kapasitas dan statusnya di
tengah-tengah kelompok atau kelasnya. Misalnya, dengan dilakukannya evaluasi
hasil belajar siswa, maka para siswa akan mengetahui dirinya termasuk siswa
berkemampuan tinggi, rata-rata, atau rendah. Sedangkan, bagi pendidik, evaluasi
pendidikan memberikan kepastian atau ketatapan hati kepada peserta tersebut,
seberapa jauh usaha yang telah dilakukannya selama ini telah membawa hasil.
Sehingga, secara psikologis ia memiliki pedoman atau pegangan batin yang pasti
guna menentukan berbagai langkah yang dipandang perlu dilakukan selanjutnya,
misalnya menggunakan berbagai metode mengajar tertentu, hasil-hasil belajar
siswa menunjukkan peningkatan daya serap terhadap materi karena penggunaan
metode mengajar tersebut akan terus dipertahankan. Begitupun sebaliknya, secara
didaktik evaluasi pendidikan dapat memberikan motivasi untuk memperbaiki,
meningkatkan, dan mempertahankan prestasi peserta didik. Bagi pendidik, secara
didaktik, evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi,
yaitu:
1. Memberikan
landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta
didiknya.
2. Memberikan
informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi masing-masing peserta
didik di tengah-tengah kelompoknya.
3. Memberikan
bahan yang penting untuk memilih, kemudian menetapkan status peserta didik.
4. Memberikan
pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang
memerlukannya.
5. Memberikan
petunjuk tentang seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan
dicapai.
Sedangkan secara administrative,
evaluasi pendidikan memiliki tiga
macam fungsi, yaitu:
1. Memberikan
laporan
2. Memberikan
berbagai bahan keterangan (data)
3. Memberikan
gambaran
Menurut Wina Sanjaya dalam buku Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran,
beberapa fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
umpan balik bagi siswa
2. Untuk
mengetahui proses ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah
ditentukan
3. Memberikan
informasi untuk mengembangkan program kurikulum
4. Digunakan
oleh siswa untuk mengambil keputusan secara individual, khususnya dalam
menentukan masa depan sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan
5. Menentukan
kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh para pengembang kurikulum
6. Umpan
balik untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah
Demikianlah beberapa fungsi penting
evaluasi dalam bidang pendidikan. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, dapat
diketahui bahwa kedudukan evaluasi dalam pendidikan sangat penting karena turut
menunjang kesuksesan dalam proses belajar mengajar.
D. Syarat-syarat
Evaluasi
Mengukur pendidikan tidaklah semudah
mengukur kertas, kain, air atau benda lain. Sasaran evaluasi ialah kemampuann
siswa sebagaimana dinyatakan dalam tujuan instruksional umum. Tetapi yang
diukur ialah kemampuan yang menampak dalam bentuk tingkah laku.
Tingkah laku yang menampak itu tidak
selalu menunjuk pada kemampuan yang tidak menampak. Sama seperti tingkah laku
seorang actor sandiwara di atas pentas, di luar pentas ia menjadi lain. Karena
itu evaluasi bersifat tidak langsung, tak lengkap dan relative.
Amat sulit menemukan syarat-syarat yang
memuaskan kebutuhan dari tujuan evaluasi. Mengingat demikian pentingnya
peranan/fungsi evaluasi, maka dikemkukan 8 syarat tersebut ialah:
1. Sahih (valid)Evaluasi dikatakan valid apabila mengukur apa yang sebenernya diukur. Apabila yang diukur adalah sikap, tetapi evaluasi mengukur pengetahuan, maka evaluasi tersebut disebut tidak valid. Kesahihan evaluasi biasanya diukur dalam prosentasi atau dalam derajat tertentu dengan alat ukur tertentu.2. Terandalkan (reliable)Evaluasi dikatakan terandalkan jika alat evaluasi yang sama dilakukan terhadap kelompok siswa yang sama beberapa kali dalam waktu yang berbeda-beda atau situais yang berbeda-beda, akan memberikan hasil yang sama.3. ObyektifEvaluasi dikatak obyektif jika tidak mendapat pengaruh subyektif dari pihak penilai.4. SeimbangKeseimbangan ini meliputi keseimbangan bahan, keseimbangan kesukaran dan keseimbangan tujuan. Bahan harus seimbang diantara berbagai pokok bahasan. Keseimbangan dalam kesukaran artinya antara yang mudah, sedang dan sukar harus dalam proporsi tertentu. Keseimbangan tujuan adalah keseimbangan dalam berbagai matra dalam kawasan tertentu, antara pengetahuan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi dalam kawasan matra kognitif yang harus disusun dalam proporsi tertentu.5. MembedakanSuatu evaluasi harus dapat membedakan (discriminiable) prestase individual di antara sekelompok siswa. Evaluasi harus dapat membedakan siswa yang sangat berhasil, cukup berhasil, kurang berhasil, gagal dan sebagainya.6. NormaEvaluasi yang baik, hasilnya harus mudah ditafsirkan. Hal ini menyangkut tentang adanya ukuran atau norma tertentu untuk menafsirkan hasil evaluasi dari setiap siswa.7. FairEvaluasi yang fair mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan, dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak. Di samping itu erdapat keadilan untuk siswa yang dievaluasi.8. PraktisBaik ditinjau dari segi pembiayaan maupun dari segi pelaksaannya, evaluasi harus efisien dan mudah dilaksanakan.Kedelapan syarat tersebut perlu dimilki oleh suatu evaluasi yang baik walaupun dalam derajat yang berbeda-beda.
E.
Prinsip-Prinsip Evaluasi[2]
Prinsip
diperlukan sebagai pemadu dalam kegiatan evaluasi. Dengan demikian tidak hanya
diutamakan prosedur dan teknik penilaian saja, tetapi prosedur dan teknik itu
harus dilakukan dalam paduan prinsip itu, prinsip-prinsip tersebut diuraikan
berikut ini.
1. Prinsip keterpaduan
Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dan di dalam program pengajaran. Evaluasi adalah satu komponen dalam program yang saling berinteraksi dengan komponen-komponen lainnya. Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan satuan program pengajaran. Banyak terjadi bahan evaluasi direncanakan dan dilaksanakan beberapa lama setelah program pengajaran selesai dilaksanakan, sehingga evaluasi dilakukan bukan terhadap apa yang telah dilakukan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Pendidikan Berdasarkan Kompetensi.
2. Prinsip Cara Belajar Siswa (CBSA)Hakikat dari CBSA ialah keterlibatan siswa secara mental, antusias dan asyik dalam kegiatan belajar-mengajar. Demikian pula halnya dengan evaluasi, evaluasi menuntut keterlibatan yang demikian dari siswa. Siswa seharusnya tidak merasakan evaluasi sebagai sesuatu yang menekan dan cenderung untuk dihindari, karena jika demikian hal ini menunjukan bahwa prinsip ini tidak terdapat dalam evaluasi.
Evaluasi merupakan puncak dari kegiatan belajar-mengajar. Pada dasarnya, siswa sendirilah yang ingin mengukur kemampuan melalui evaluasi, guru hanya berfungsi untuk membantunya. Sebagai puncak kegiatan, evaluasi mempunyai nilai kepuasaan tertentu bagi siswa dan evaluasi harus mampu memberi kepuasaan tersebut kepada siwa.3. Prinsip KontinuitasPada dasrnya evaluasi berlangsung selama proses kegiatan belajar-mengajar berjalan. Evaluasi tidak hanya terdapat pada awal/pada akhir pengjaran saja, tetapi juga selama proses belajar-mengajar berlangsung, misalnya dalam bentuk pengamatan, tanya jawab, atau dialog. Hal ini dilakukan dalam rangka pemantapan program. Di sinilah letak fungsi formatif dari evaluasi yang tidak hanya ada pada akhir tetapi selama program berjalan.4. Prinsip KoherensiSebagai akibat dari prinsip keterpaduan, maka evaluasi harus konsisten dengan kemampuan yang didukung oleh tujuan pengajaran. Sering terjadi, kemampuan yang didukung oleh tujuan ialah sikap (afektif) tetapi evaluasi ditujukan kepada pengetahuan. Evaluasi harus pula mempunyai kohorensi dengan program pengajaran, artinya evaluasi harus benar-benar hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar-mengajar, baik kegiatan tatap muka maupun kegiatan terstruktur.5. Prinsip DiskriminalitasDari psikologi diketahui bahwa setiap individu mempunyai perbedaan engan individu lain. Individu adalah suatu person yang unik. Bahkan walaupun dua individu mempunyai pendapat yang sama, tetapi jalan pikiran untuk sampai pada pendapat yang sama itu tidaklah sama. Sesuai dengan hakikat individu ini, evaluasi harus pula mampu menunjukan perbedaan di kalangan siswa secara individual. Apabila satu kelas mempunyai skor yang sama, maka evaluasi tersebut perlu dipertanyakan.6. Prinsip KeseluruhanPerubahan tingkah lau yang sudah ditetapkan sebagai tujuan yang hendak dicapai bersifat utuh. Karena itu evaluasi yang akan dilakukan hendaknya bersifat utuh pula, yaitu meliputi seluruh segi tujuan pendidikan.
Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi ditujukn tidak hanya paa sesudah akhir proses pengajaran, tetapi juga selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, misalnya peran serta, kreatifitas dan cara-cara penyampaian ide-ide siswa baik di dalam maupun di luar proses belajar-mengajar.7. Prinsip PedagogisSeluruh kegiatan evaluasi haruslah diketahui dan dirasakan oleh siswa tidak hanya sebagai rekaman hasil belajarnya saja, melainkan juga sebagai upaya perbaikan dan peningkatan perilaku dan sikapnya itu, sehingga hasil evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan “hukuman” (bagi yang belum berhasil) yang menantang untuk belajar lebih giat/baik. Dengan demikian evaluasi akan ikut membentuk perilaku dan sikap positif.8. Prinsip AkuntabilitasAccountability adalah salah satu ciri dari pendidikan berdasar kompetensi. Pada akhirnya pendidikan dan pengajaran harus dapat dipertanggungjawabkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri, kepada masyarakat pemakai tenaga lulusan, dan kepadda kelompok profesional. Pertanggungjawaban terhadap ketiga kelompok ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi kita mempertanggungjawabkan hasil pendidikan yang kita selenggarakan kepada ketiga pihak tersebut. Akreditas terhadap sekolah termasuk dalam pertanggungjawban tersebut.
F. Pendekatan Evaluasi
Dalam menentukan hasil
evaluasi dapat dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan keperluannya, yaitu
ukuran mutlak, ukuran relatif, dan ukuran performance.
1. Penilaian dengan Ukuran MutlakDalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan siswa secara mutlak. Misalnya seorang siswa dikatakan berhasil baik, apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian dengan benar. Pada umumnya, pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif, karena dengan pendektan ini diantaranya guru dapat mengetahui tingkat penguasaan setiap siswa dalam mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini dapat digunnakan pula dalam penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang dinilai itu merupakan program minimal yang harus dikuasai.2. Penilaian dengan Ukuran RelatifDalam penilaian dengan pendekatan ini, kriteria keberhasilan tidak ditetapkan sebelumnya, tetapi bergantung kepada keberhasilan umum dalam kelompok siswa yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan ditentukan oleh gambaran umum dari kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan lain keberhasilan itu ditentukan oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Pendekatan penilaian dengan ukuran relatif ini, biasanya digunakan dalam penilaian sumatif, terutama dalam memberikaan nilai akhir, atau mengelompokan siswa dalam kelompok kerja dimana dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang homogen dalam bidang pengajaran tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan keputusan, apakah siswa lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.
3. Penilaian dengan Ukuran Self PerformancePendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya. Guru mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil pencapaian, dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi pendekatan ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini, perlu diperhatikan tiga tahap status yaitu: status siswa sebelum mengikuti pengajaran, status potensi siswa pada masa yang akan datang.
SUMBER:
Stiava
Rizema, 2012, Desain Evaluasi Belajar
Berbasis Kinerja, Jogjakarta:
Diva Press.
Slameto, 1988, Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara.