Minggu, 27 Oktober 2013

MANAJEMEN PERUBAHAN


1.      Pengertian Manajemen Perubahan
Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.
2.      Tujuan dan manfaat perubahan
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan kesehatan adalah peningkatan kesadaran pasen akan pelayanan yang berkualitas.
3.      Model Perubahan Manajemen (Lewin Schein), ada tiga tahap yaitu :
a.       Unfreezing : pencairan kembali
Tahap unfreezing merupakan tahap dimana adanya unsur – unsur berupa motivasi untuk berubah dengan mengetahui kendala yang dihadapi dalam mengelola perusahaan, adanya pemimpin yang kharismatik, dan peningkatan yang nyata serta mengidentifikasi kesukaran yang akan dihadapi perusahaan dengan interaksi yang komplek antara IT dan kebudayaan dan reaksi terhadap perubahan.
Pada tahap unfreezing perencanaan terhadap perubahan ditujukan pada isu. Kendala yang ada sebagai motivator yaitu menjadi organisasi sungguh-sungguh sedang mengalami kegagalan dan melewatkan kesempatan meraih keuntungan yang sangat potensial. Keuntungan nyata suatu pekerjaan sebagai motivator (Real Job Benefits as Motivator) menambah jalan karier individu dalam pekerjannya.
Tujuan utama pada tahap unfreezing ini adalah untuk menciptakan iklim perubahan dan menjamin pendukung pada hal-hal yang terlibat dalam proses perubahan tersebut. Intinya, adalah membangun kemauan untuk berubah dan membuka diri pada perubahan tersebut.
b.      Changing : perubahan
Tahap change (perubahan) yaitu mendefinisikan objek dengan baik, komunikasi, perencanaan yang meliputi kepemimpinan, orang yang tepat, membangun tim dan sumber daya, kemudian memanaj stake holder, serta rencana untuk menghadapi resistance for change. Pengimlementasian perubahan (change) dilakukan dengan kepemimipinan dan fasilitasnya, mendapatkan orang yang sesuai, membangun tim, serta sumber daya yang terjamin.
Pada tahapan ini biasanya timbul berbagai resistensi yang disebabkan oleh beberapa hal seperti:
- Kehilangan "muka" alias kehormatan atau harga diri
- Kehilangan kekuasaan
- Ketidakpastian
- Kejutan karena hal-hal baru
- Keraguan untuk bisa melakukannya (Can I do it?)
- Menjadi berbeda dari sebelumnya
- Kerja tambahan karena harus belajar hal baru
- dsb
Lewin-Schein model menyarankan agar sukses pada tahap kedua ini, penting untuk memiliki tujuan dan sasaran yang terdefinisi dengan jelas dan dikomunikasikan dengan orang-orang yang terlibat dalam proses perubahan tersebut.

c.       Refreezing : pembekuan kembali

Tahap refreezing adalah memformalkan sistem dan proses yang baru tersebut menjadi norma/aturan organisasi. Di tahapan ini juga harus bisa mengenali resistensi yang terjadi di organisasi atau diri kita sehingga perubahan yang sudah diimplementasikan tidak sia-sia dan kembali ke kondisi sebelumnya. Setelah memahami penyebab resistensi (seperti yang sudah di list di tahap change), baru bisa menyusun strategi untuk mengatasinya. Salah satu tips untuk refreezing adalah sistem reward. Setiap kali perubahan berhasil dilakukan, berikan reward sehingga bisa memotivasi untuk terus melakukan perubahan tersebut dan meninggalkan cara lama.

Beberapa hal dalam tahap refreezing :
  • Menginstitusikan perubahan dan penanganan lingering resistance atau mengatasi hal-hal yang menentang perubahan.
  • Mengatasi penentangan terhadap perubahan.
  • Mempertahankan perubahan itu.

Refreezing merupakan proses institusionalisasi system untuk menjadi norma organisasi. Kebutuhan akan sistem informasi harus dipenuhi. Manager mungkin membutuhkan perubahan terhadap kebiasaan lama. Mungkin juga dipengaruhi oleh pendapatan (income), status, serta kekuasaan individu yang sifatnya menghambat.
4.      Tahapan perubahan-perubahan positif dan negatif
a.      Siklus Positif terdiri dari lima tahap yaitu :
  • Uninformed optimism, Merupakan tahap awal dari usaha untuk berubah dan mempercayai segala sesuatuny akan sesuai engan perencanaan.
  • Informed pessimism, Mulai memahami adanya kesulitan, keraguan, dan pemusatan perhatian.
  • Hopefull realism, Dukungan dan kenaikan yang nyata telah diterima.
  • Informed optimism, Kepercayaan dibangun sebagai penyelesaian.
  • Completion, Kepuasaan dari keberhasilan dan pencapaian objektivitas.

b.      Siklus negative terdiri dari tujuh tahap yaitu:
  • Immobilization ( kelumpuhan / tidak bergerak), Informasi mengguncang system yang ada.
  • Denial, Mengasumsikan posisi akan menjadi kabur
  • Anger, Merasa tidak membutuhkan bantuan. Helplessness : keadaaan ketidakberdayaan
  • Bargaining (perundingan), Orang menyuarakan aspirasi dan terlibat dalam perubahan.
  • Depression, Merasa tidak berdaya untuk mengubah nasib.
  • Testing, Kepercayaan dibangun dan dapat menyesuaikan.
  • Acceptance, Bekerjasama untuk mendukung perubahan.
5.      Model Manajemen Perubahan
Burnes (2000:462) mengemukakan bahwa perubahan organisasional dapat dilihat sebagai produk dari tiga proses organisasi yang bersifat interpenden antara lain:
1.      The Choice Process (Proses Pilihan)
The choice process terdiri dari tiga elemen yaitu sebagai berikut:
a.       Organizational context (konteks organisasional).
b.      Focus of choice (fokus pilihan).
c.       Organizational Trajectory (Lintasan organisasional).

2.      The Trajectory Process (Proses Lintasan)
The trajectory process terdiri dari tiga elemen berikut:
a.       Vision (visi).
b.      Strategy (strategi).
c.       Change (perubahan).

3.      The Change Processs (Proses Perubahan)
Proses perubahan terdiri dari tiga elemen yang saling berhubungan yaitu sebagai berikut:
a.      Objectives and Outcomes (Tujuan dan Manfaat)
Burnes (2000:470) mempunyai empat pendekatan yaitu:
1.      The Trigger (Pemicu)
Organisasi harus hanya menginvestigasikan perubahan untuk salah satu alasan yaitu visi dan strategi perubahan menyoroti kebutuhan untuk perubahan, kinerja saat ini mengindikasi bahwa seberapa masalah atau kepentingan muncul, dan peluang yang timbul secara potensial menawarkan manfaat yang penting bagi organisasi. 
2.      The Remit (Pembatalan)
Hal ini harus dinyatakan dengan jelas alasan untuk pengukuran, tujuan, skala waktu, dan siapa yang harus dilibatkan serta dikonsultasikan. The remit harus menekankan kebutuhan untuk fokus pada aspek manusia sebanyak pertimbangan teknis dilibatkan.

3.      The assesment team (Tim Pengukuran)
Dalam hal ini, tim ini harus besifat multi disiplin, yang terdiri perwakilan dari bidang yang berpengaruh (manajer dan staf), staf spesialis (keuangan, teknis, dan personil).

4.      The Assesment (Pengukuran)
Tugas pertama asement team adalah me-review dan jika perlu mengklarifikasi atau mengamandemen pembatalan.

b.      Planning The Change (Merencanakan Perubahan)
Berikut adalah enam kegiatan yang saling berkaitan dalam melakukan proses perencanaan dan perubahan yaitu:
1.      Establishing a change management team (membentuk tim manajemen perubahan).
2.      Management structure (struktur manajemen).
3.      Activity planning (perencanaan aktivitas).
4.      Commitment planning (perencanaan komitmen).

c.       People
Terdapat tiga kegiatan yang berhubungan dengan manusia yang perlu dilakukan untuk melakukan perubahan yaitu:
1.      Menciptakan Keinginan untuk Berubah
Dengan maksud mencapai hal ini ada empat langkah yang harus dilakukan organisasi yaitu sebagai berikut:
a.       Membuat orang peduli terhadap perubahan.
b.      Memberikan umpan balik secara reguler terhadap proses kinerja invidual dan bidang kegiatan di dalam organisasi.
c.       Mempublikasikan keberhasilan perubahan.
d.      Memahami ketakutan dan kepentingan orang.

2.      Melibatkan Orang
Tipe keterlibatan orang dalam proses perubahan mempunyai dua faktor utama yaitu sebagai berikut:
a.       Menciptakan proses komunikasi reguler dan efektif.
b.      Membuat orang terlibat dalam proses perubahan dan membuat mereka bertanggung jawab untuk itu.

3.      Melanjutkan Momentum
Organisasi harus melakukan hal sebagai berikut:
a.       Memberikan dukungan pada agen perubahan.
b.      Mengembangkan kompetensi dan keterampilan baru.
c.       Memperkuat perilaku yang diinginkan.
6.      Sumber penolakan terhadap perubahan
a.      Resistensi Individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.

KEBIASAAN
Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.
RASA AMAN
Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.
FAKTOR EKONOMI
Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.
TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI
Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
PERSEPSI
Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.

b.      Resistensi Organisasional


    Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan.

INERSIA STRUKTURAL
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.

FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.

INERSIA KELOMPOK KERJA
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.

ANCAMAN TERHADAP KEAHLIAN
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.

ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH MAPAN.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.

ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka.

7.      Taktik Mengatasi Penolakan atas Perubahan
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan.
1.      Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2.      Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
3.      Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4.      Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5.      Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6.      Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.


SUMBER:
http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/01/manajemen-perubahan.html
http://www.pnpm-alu.org/2011/08/model-proses-manajemen-perubahan.html
http://home.unpar.ac.id/~hasan/MANAJEMEN%20PERUBAHAN.doc

Minggu, 06 Oktober 2013

KOORDINASI

A.    Pengertian koordinasi, kooperatif, dan sinergi
Pengertian Koordinasi
Menurut G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Menurut E.F.L. Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007:85).

Menurut Mc. Farland
(Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.

Sementara itu, Handoko (2003:195) mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.

Dari keempat definisi di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi merupakan suatu usaha yang sinkron dan teratur yang mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis serta mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing individu sehingga dapat tercapai tujuan bersama secara efisien.

Pengertian Kooperasi
Morgan dan Hunt (1994) memberikan pengertian co-operation sebagai situasi dimana setiap pihak dalam organisasi terlibat secara bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi. Terminologi ini serupa dengan coproduction, yang didefinisikan sebagai tingkat keterlibatan anggota dalam menghasilkan produk, jasa atau dalam pemasaran organisasi (Gruen,Summers, dan Acito 2000). 

Pengertian Sinergi
Menurut Deardrorff dan Williams (2006), sinergi adalah sebuah proses dimana interaksi dari dua atau lebih agen atau kekuatan akan menghasilkan pengaruh gabungan yang lebih besar dibandingkan jumlah dari pengaruh mereka secara individual.

B.     Jenis koordinasi
Berdasarkan ruang lingkupnya, koordinasi dapat diidentifikasikan ke dalam koordinasi intern dan ekstern.  Koordinasi intern adalah koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam suatu lembaga, sedangkan koordinasi ekstern adalah koordinasi antar pejabat dari berbagai lembaga atau antar lembaga.
Berdasarkan arah kegiatannya, dapat diidentifikasikan adanya koordinasi vertikal, horizontal, fungsional dan diagonal.
Sejalan dengan uraian diatas, Handaningrat (1982) mengemukakan koordinasi berdasarkan hubungan antara pejabat yang mengkoordinasikan dan pejabat yang dikoordinasikan sebagai berikut:
a.         Koordinasi Intern, terbagi menjadi tiga berikut :
  •   Koordinasikan vertikal atau structural, yaitu antara yang mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan secara struktural terdapat hubungan hierarkis atau pengarahan yang dijalankan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Hal ini dapat juga dikatakan koordinasi yang bersifat garis komando (line of command).

  • Koordinasi horizontal, yaitu koordinasi fungsional, kedudukan antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan setingkat eselonnya. Menurut tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu sama lain sehingga perlu dilakukan koordinasi. Koordinasi horisontal terbagi :
1.      Interdiciplinary, Koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan, mewujudkan, menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya.
2.      Inter-Related, koordinasi antar badan (instansi). Unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansinya saling berkaitan secara intern-ekstern yang selevel.
·             Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi fungsional, yang mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi eselonnya dibandingkan yang dikoordinasikan, tetapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada satu garis komando (line of command)
b.        Koordinasi ekstern, termasuk koordinasi fungsional. Dalam koordinasi ekstern yang bersifat fungsional, koordinasi itu hanya bersifat horizontal dan diagonal. Siagian (1979) mengelompokkan koordinasi menjadi sebagai berikut :
  • Koordinasi menjadi atasan dengan bawaan, yang disebut koordinasi vertikal.
  • Koordinasi diantara sesama pejabat yang setingkat dalam suatu instansi, disebut koordinasi horizontal.
  • Koordinasi fungsional, koordinasi antarinstansi, tiap-tiap instansi mempunyai tugas dan fungsi dalam suatu bidang tertentu.
C.    Tujuan dan manfaat koordinasi
a.         Untuk mewujudkan KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi) agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
b.        Memememecahkan konflik kepentingan berbagai pihak yang terkait
c.         Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan dan mensinkronkan pelaksanaan tugas-tugasnya dan stakeholders pendidikan yang saling bergantungan, semakin besar ketergantungan dari unit-unit, semakin besar pula kebutuhan dan pengoordinasian.
d.        Agar manajer pendidikan mampu mengoordinasikan pembangunan sector pendidikan dengan pembangunan sector-sector lainnya.
e.         Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan kegiatan fungsional dinas pendidikan dan tujuan-tujuan dari unit organisasi yang terpisah-pisah untuk mencapai tujuan bersama dengan sumber daya yang terbatas secara efektif dan efisien.
f.         Adanya pembagian kerja di mana semakin besar pembagian kerja, semakin diperlukan pengoordinasian/pemyerasian sehingga tidak terjadi duplikasi atau tumpang-tindih pekerjaan yang menyebabkan pemborosan.
g.        Untuk mengembnagkan dan memelihara hubungan yang baik dan harmonis di antara kegiatan-kegiatan, baik fisik maupun nonfisik dengan stakeholders.
h.        Untuk mempelancar pelaksanaan tugas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dengan sumber daya pendidikan yang terbatas.
i.          Mencegah terjadinya konflik internal dan eksternal sekolah yang kontra produktif
j.          Mencegah terjadinya kekosongan ruang dan waktu
k.        Mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat
Di samping itu, manfaat utama koordinasi dalam managemen adalah untuk menumbuhkan sikap egaliter, serta meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan diantara atasan dan bawahan dengan tetap menghargai kewajian dan wewenang masing-masing.  Dengan demikian, setiap atasan dan bawahan, tidak terjebak oleh kepentingan masing-masing  bagian yang sempit sehingga dapat menjalankan perannya secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan sekolah secara kaffah ( menyeluruh).

D.    Prinsip koordinasi
Prinsip Koordinasi yang harus dilakukan yaitu:
a.         Koordinasi harus dimulai dari tahap perencanaan awal.
b.        Hal pertama yang harus diperhatikan dalam koordinasi adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi kepentingan bersama.
c.         Koordinasi merupakan proses terus menerus dan berkesinambungan.
d.        Koordinasi merupakan pertemuan-pertemuan bersama untuk mencapai tujuan.
e.         Perbedaan pendapat harus diakui sebagai pengayaan dan harus dikemukakan secara terbuka dan diselidiki dalam kaitannya dengan situasi secara keseluruhan.
Koordinasi akan berlangsung secara efektif apabila dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan dari tahap awal sampai akhir pekerjaan; mengupayakan hubungan dan pertemuan pertemuan diantara berbagai pihak yang terkait, serta mengembangkan keterbukaan sehingga jika terdapat perbedaan pandangan dapat didiskusikan dan dipecahkan bersama.

E.     Karakteristik koordinasi yang efektif
Handayaningrat (1992) mengemukakan karakteristik koordinasi sebagai berikut :
a.         Tanggung Jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu, koordinasi menjadi wewenang dan tanggung jawab pimpinan, sehingga dapat dikatakan bahwa pimpinan bisa berhasil jika melakukan koordinasi.
b.        Koordinasi adalah kerja sama. Hal ini disebabkan kerja sama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi.
c.         Koordinasi merupakan proses yang terus menerus (continue process). Dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan tujuan lembaga
d.        Pengaturan usaha kelompok secara teratur.
e.         Kesatuan tindakan merupakan inti koordinasi
f.         Tujuan Koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose) Kesatuan usaha yang meminta kesadaran semua pihak untuk berpartisipasi secara aktif melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok tempat mereka bekerja.
Karakteristik koordinasi sebagaimana diuraikan di atas, menunjukkan bahwa keselarasan tindakan perlu selalu diupayakan untuk mencapai tujuan bersama, dan koordinasi yang memadai tidak datang begitu saja, tetapi perlu dikoordinasikan, dibina, dijaga, serta dikembangkan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Sumber:
http://syamsuddincoy.blogspot.com/2012/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://okvawahyuni.blogspot.com/2012/10/koordinasi-dalam-manajemen.html
Usman, Husaini.2011. Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan jilid 3. Jakarta: Bumi Aksara 
http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/attachments/617_Sinergi%20dan%20Organisasi%20Kuantum.pdf
http://www.academia.edu/2385118/KO-OPERASI_DAN_PARTISIPASI_PERANAN_KEGIATAN_PEMASARAN_DAN